Mahasiswa Teknik Elektro UNS 2019
Fakultas Teknik
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman yang semakin cepat di dunia ini membuat Indonesia harus segera sigap untuk mengikuti perkembangan yang ada. Teknologi yang semakin maju di bidang energi sedang digalakkan di sekuruh penjuru dunia. Kebutuhan energi yang dapat diperbaharui dan murah sangat dibutuhkan di dunia saat ini, hal ini bertujuan agar lingkungan dan sumber daya alam terjaga dan tetap bisa digunakan untuk anak cucu kita nanti. Untuk itulah UNS meneliti dan menjadi peneliti pertama untuk baterai Lithium Ion yang sudah banyak kita kenal namun di Indonesia belum bisa memproduksinya sendiri,
Tujuan artikel ini adalah mengulas penelitian yang dilakukan oleh UNS tentang baterai Lithium Ion sebagai sumber energi yang murah dan efisien.
C. Pembahasan
UNS – Hati kecil Agus
Purwanto terusik kala menyadari hampir semua produk dan komoditas yang
dibutuhkan masyarakat Indonesia didatangkan dari negara asing. Bahkan
untuk memproduksi sebuah barang, bahan bakunya masih tergantung pada
barang-barang impor. Padahal Indonesia diakui sebagai negara yang
memiliki kekayaan alam melimpah.
Sebagai
seorang ahli Teknik Kimia, Agus pun tergerak untuk menciptakan sumber
energi alternatif yang menggunakan bahan baku lokal. Maka dipilihlah
baterai lithium-ion sebagai medan juangnya.
“Dulu
tahun 2012, ada proyek Molina (Mobil Listrik Nasional). Saya bertugas
mengembangkan baterainya karena saya lihat di Indonesia belum ada yang
bisa membuat baterai lithium,” kata Agus yang ditemui di kantornya,
Senin (21/8/2018) usai menerima penghargaan Academic Leader sebagai
Dosen Terbaik dari Kemenristekdikti.
Menurut
Agus yang merupakan dosen Fakultas Teknik UNS ini, jika Indonesia ingin
bisa memproduksi kendaraan listrik sendiri, maka harus bisa membuat
baterai lithium sendiri juga. Sebab, baterai ini merupakan komponen
utamanya. Dengan mampu menghasilkan baterai lithium, maka akan
mengurangi ketergantungan impor dari negara luar.
Namun
masalahnya, ia masih mendapati banyak kelemahan pada baterei lithium di
pasaran. Misalnya massanya yang besar sehingga baterai malah menjadi
beban kendaraan. “Dari situlah, kami tertarik mendalaminya biar ke
depannya baterai semakin ringan sehingga praktis untuk digunakan. Di
Indonesia, yang menekuni fabrikasi sel belum ada. Baru kami di tahun
2012,” ungkap pria asal Sragen ini.
Selama
6 tahun, Agus bergulat dengan proyek baterai lithium-ion. Hasil yang
tidak sesuai dengan hipotesis, seringkali menjadi tantangan tersendiri
bagi seorang peneliti seperti dirinya. Namun, pria yang masih berusia 43
tahun ini berusaha untuk menikmatinya.
Dalam
proyek pengembangan baterai lithium, Agus mencoba untuk menerap ilmunya
yang diperolehnya sewaktu menempuh pendidikan S3 di Universitas
Hiroshima, Jepang. Ia mengaku mengadopsi budaya organisasi Jepang agar
kerjanya lebih produktif.
“Konsep
yang saya adopsi piramida terbalik. Dulu saya belajar di Jepang,
semuanya pakai piramida terbalik. Jadi yang diujungnya, ada profesor,
trus melebar mahasiswa S3, S2, sampai S1. Saya tidak bekerja sendiri,
timnya banyak tapi tetap arahannya sama. Kalau begitu, kerjanya lebih
produktif karena terarah. Akumulasi pengetahuan juga jadi bertambah.
Kalau mau kerja di lab saya, ya harus tentang baterai,” ujarnya.
Dunia
baterai seolah sudah melekat erat pada kehidupannya. Agus mengaku
memang sudah tertarik dengan baterai sejak remaja. “Saya suka elektronik
dari SMP. Lalu berpikir sepertinya asyik menciptakan listrik dari kimia
waktu kuliah. Punya visi terus kebawa sampai sekarang,” ujar Agus.
Menurut
dia, perkembangan baterai lithium-ion di pasaran akan sangat dinamis.
Sudah banyak barang elektronik yang menggunakan baterai lithium, sebut
saja seperti laptop dan ponsel. Dan kini, baterai ini tengah
dikembangkan untuk kendaraan listrik.
Bekerja
sama dengan Pertamina, Agus bersama timnya sudah berhasil menciptakan
baterai yang mampu menggerakkan sepeda motor listrik dengan jarak 80-100
kilometer dengan biaya hanya Rp5.000. Satu unit battery pack nantinya
memiliki kapasitas 3 kWh untuk motor listrik berkekuatan 5 Kw atau lebih
kurang setara dengan mesin motor dengan pembakaran internal
berkapasitas 125-150 cc.
Agus
memprediksikan kendaraan listrik akan berkembang pesat dalam 2-3 tahun
ke depan. Untuk itu, ia akan terus berinovasi menciptakan baterai yang
tahan lama, murah dan bahan bakunya berasal dari dalam negeri. Tanpa
berharap lebih, alumni Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) ini
mengatakan hanya ingin ilmunya dapat bermanfaat bagi orang banyak.
D. Kesimpulan
Perkembangan teknologi yang pesat ini sangat dibutuhkan sumber-sumber energi yang efisien, untuk itu baterai Lithium Ion sangat dibutuhkan oleh dunia ini,
sumber:
https://uns.ac.id/id/uns-research/agus-purwanto-peneliti-baterai-lithium-pertama-indonesia.html,https://uns.ac.id/id/uns-research/agus-purwanto-peneliti-baterai-lithium-pertama-indonesia.html,https://uns.ac.id/id/uns-research/agus-purwanto-peneliti-baterai-lithium-pertama-indonesia.html,https://uns.ac.id/id/uns-research/agus-purwanto-peneliti-baterai-lithium-pertama-indonesia.html,https://uns.ac.id/id/uns-research/agus-purwanto-peneliti-baterai-lithium-pertama-indonesia.html,https://uns.ac.id/id/uns-research/agus-purwanto-peneliti-baterai-lithium-pertama-indonesia.html
sumber:
https://uns.ac.id/id/uns-research/agus-purwanto-peneliti-baterai-lithium-pertama-indonesia.html,https://uns.ac.id/id/uns-research/agus-purwanto-peneliti-baterai-lithium-pertama-indonesia.html,https://uns.ac.id/id/uns-research/agus-purwanto-peneliti-baterai-lithium-pertama-indonesia.html,https://uns.ac.id/id/uns-research/agus-purwanto-peneliti-baterai-lithium-pertama-indonesia.html,https://uns.ac.id/id/uns-research/agus-purwanto-peneliti-baterai-lithium-pertama-indonesia.html,https://uns.ac.id/id/uns-research/agus-purwanto-peneliti-baterai-lithium-pertama-indonesia.html